Pages

pengalaman di teluk balikpapan

* Tulisan ini dibuat pada tanggal 18 April 2010

Hari ini saya dan kawan-kawan dapat diberi kesempatan indah yakni mengisi liburan akhir pekan dengan berkeliling teluk balikpapan menggunakan perahu motor milik seorang peneliti asing asal Rep. ceko dan dipandu oleh juru kemudi bapak darman.
Banyak hal baru yang saya dapatkan hari ini diantara bertemu dengan orang-orang yang benar-benar menggantungkan hidupnya dari laut dimulai dari nelayan, pencari botol mineral,maupun pemandu speedboot, dll.., banyak alasan yang membuat mereka harus memilih pekerjaan seperti itu dengan alasan tidak memiliki keahlian lain, tidak memiliki basic pendidikan yang memadai maupun sudah terbiasa hidup dekat dengan laut. Perumpaan yang ada ialah lautan merupakan tempat mereka bisa mengisi piring nasi untuk memenuhi kehidupan sehari-hari.

Tapi seolah filosofi hidup bahwa tiada hidup tanpa ujian, inilah yang mereka alami terutama nelayan-nelayan di daerah penajam paser utara dan balikpapan, kehadiran perusahaan-perusahaan yang membangun pelabuhan pribadi maupun terminal bongkar muat mulai membuat tempat yang selama ini mereka pakai untuk mancari nafkah terusik. Karena larangan mendekati area kerja perusahaan terpampang di setiap penjuru pesisir tempat mereka biasa menangkpaikan.

Kasus yang tebaru ialah PT.DKI yang beberapa waktu lalu ini santer terdengar di media cetak kaltim, selain berurusan dengan pemerintah perihal permasalahan AMDAL yang belum ada izinnya ternyata PT.DKI juga berurusan dengan nelayan setempat. Yakni masalah yang muncul ialah perusahaan tersebut membuat larangan bagi para nelayan untuk memasang alat penangkap ikan tradisional disekitar area kerja perusahaan tersebut. Sontak saja para nelayan setempat merasa keberatan dengan larangan ini karena mata pencaharian mereka terancam hilang dan akan mengalami kerugian sebesar Rp.3.000.000,- per /hari dari semua alat penangkap ikan tradisional yang dipasang.
Sebenarnya permasalahan ini sudah dibicarakan kepada perusahaan tersebut tapi jawaban dari perusahaan ialah perusahaan hanya bisa mengganti kerugian sejumlah dengan alat penangkap ikan tradisional yang dimiliki para nelayan tanpa mengganti jumlah kerugian atas hilangnya mata pencaharian nelayan dengan alasan kecuali para nelayan memiliki surat izin pengelolaan wilayah setempat yang dikeluarkan oleh pemerintah, tetapi ketika para nelayan tersebut mendatangi kantor kelurahan untuk meminta pihak kelurahan setempat mengeluarkan surat yang dimaksud pihak kelurahan hanya bisa menjawab bahwa mereka tidak berani mengeluarkan surat tersebut dengan berbagai alasan.

Padahal dalam konstitusi kita mengatur bahwa masyarakat adat atau masyarakat yang mendiami suatu wilayah dalam waktu yang cukup lama berhak menerima ganti rugi apabila wilayah atau tempat mata pencahariaan mereka di eksploitasi atau digunakan oleh pemerintah maupun swasta untuk keperluan komersil maupun umum.

btemplates

2 komentar:

POT - 18 & MTT - 14 mengatakan...

artikel yang menarik . kalau boleh bertanya, alasan ap si yang di keluarkan oleh pihak pemerintah sehingga mereka gak mau memberikan surat itu ? Dan apakah tidak ad yg membantu para nelayan itu. contohnya dari pihak bantuan hukum begitu ? kan kalau di bilang ini sama aj melarang mereka melakukan haq mereka untuk bekerja mendapatkan penghasilan.

ARIEZman mengatakan...

assalamualaikum wr- wb
blog yang sangat bagus , saya tertarik untuk mengadakan kerjasama blog dengan blog saudara , dengan menukar link atau banner

HMPS BDP UNHALU

Posting Komentar